1.Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi
Penerima Bintang Mahaputra Utama dari
pemerintah ini adalah pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Ilmu Pengetahuan
Kemasyarakatan (kini FISIP-UI) dan sampai akhir hayatnya dengan setia menjadi
dosen sosiologi di Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (UI). Ia dikenal sangat disiplin dan selalu memberi teladan konkret. Ia
ilmuwan yang meninggalkan banyak bekal ilmu pengetahuan. Sebetulnya ia sudah
purnatugas di Universitas Indonesia (UI). Tapi, karena masih dibutuhkan, ia
tetap mengajar dengan semangat tinggi. Ia memang seorang sosok berintegritas,
punya komitmen sosial yang tinggi dan sulit untuk diam. Ia orang yang tidak
suka memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana.
Ia tokoh yang memerintah dengan teladan, sebagaimana diungkapkan pengusaha
sukses Soedarpo
Sastrosatomo.
Menurut Soedarpo, integritas itu pula yang
membuat mendiang Sultan Hamengku Buwono IX berpesan kepada putranya, Sultan
Hamengku Buwono X agar selalu mendengarkan dan meminta nasihat kepada Selo
kalau menyangkut persoalan sosial kemasyarakatan. Ia orang yang tidak pernah
berhenti berpikir dan bertindak. Ia seorang dari sedikit orang yang sangat
pantas menyerukan hentikan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe
maling teriak maling. Ia orang orang bersih yang dengan perangkat ilmu dan
keteladanannya bisa menunjukkan bahwa praktik KKN itu merusak tatanan sosial.
Ia pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi dalam
mengabdi kepada masyarakat. Selama hidupnya, Selo pernah berkarier sebagai pegawai
Kesultanan/Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Staf Sipil Gubernur Militer Jakarta Raya, dan Kepala Sekretariat Staf Keamanan
Kabinet Perdana Menteri, Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap
Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI Sultan
Hamengku Buwono IX (1973-1978), Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan
Rakyat (1978-1983) dan staf ahli Presiden HM Soeharto.
Ia dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia
setelah tahun 1959 -- seusai meraih gelar doktornya di Cornell University, AS
-- mengajar sosiologi di Universitas Indonesia (UI). Dialah pendiri sekaligus
dekan pertama (10 tahun) Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang
FISIP) UI. Kemudian tanggal 17 Agustus 1994, ia menerima Bintang
Mahaputra Utama dari pemerintah dan pada tanggal 30
Agustus menerima gelar ilmuwan utama sosiologi. Pendiri FISIP UI ini,
memperoleh gelar profesor dari Fakultas Ekonomi UI dan sampai
akhir hayatnya justeru mengajar di Fakultas Hukum UI. Ia dibesarkan di
lingkungan abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng
Raden Tumenggung Padmonegoro, adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan
Yogyakarta.
Berkat jasa sang kakek, Soemardjan-
begitu nama aslinya-mendapat pendidikan Belanda. Nama Selo dia peroleh setelah
menjadi camat di Kabupaten
Kulonprogo. Ini
memang cara khusus Sultan Yogyakarta membedakan nama pejabat sesuai daerahnya
masing-masing. Saat menjabat camat inilah ia merasa mengawali kariernya sebagai
sosiolog. "Saya adalah camat yang mengalami penjajahan Belanda, masuknya Jepang, dilanjutkan dengan zaman revolusi.
Masalahnya banyak sekali," tuturnya suatu ketika sebagaimana ditulis
Kompas. Pengalamannya sebagai camat membuat Selo menjadi peneliti yang mampu
menyodorkan alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial secara jitu. Ini
pula yang membedakan Selo dengan peneliti lain. Mendiang Baharuddin Lopa dalam salah satu tulisannya di Kompas
(1993) menulis, "Pak Selo menggali ilmu langsung dari kehidupan nyata.
Setelah diolah, dia menyampaikan kembali kepada masyarakat untuk dimanfaatkan
guna kesejahteraan bersama." Lopa menilai Selo sebagai dosen yang mampu
mendorong mahasiswanya berpikir realistis dan mengerti serta menghayati apa
yang diajarkannya. "Pendekatan realistis dan turun ke bawah untuk
mengetahui keadaan sosial yang sesungguhnya inilah yang dicontohkan juga oleh
para nabi dan kalifah," tulis Lopa. Meski lebih dikenal sebagai guru
besar, Selo jauh dari kesan orang yang suka "mengerutkan kening". Di
lingkungan keluarga dan kampus, dia justru dikenal sebagai orang yang suka
melucu dan kaya imajinasi, terutama untuk mengantar mahasiswanya pada istilah-istilah
ilmu yang diajarkannya. "Kalau menjelaskan ilmu ekonomi mudah dimengerti
karena selalu disertai contoh-contoh yang diambil dari kehidupan nyata
masyarakat," kenang Baharuddin Lopa.
Dalam tulisan Lopa, Selo juga digambarkan
sebagai orang yang bicaranya kocak, tetapi mudah dimengerti karena memakai
bahasa rakyat. Meski kata-katanya mengandung kritikan, karena disertai humor,
orang menjadi tidak tegang mendengarnya. Menurut putra sulungnya, Hastjarjo,
Selo suka main. "Setiap hari selalu memainkan tubuhnya berolahraga senam.
Karena terkesan lucu, cucu-cucu menganggap bapak sedang bermain-main dengan
tubuhnya," tambahnya. Sebagai ilmuwan, karya Selo yang sudah
dipublikasikan adalah Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10 Mei
1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhir Selo erjudul Desentralisasi
Pemerintahan. Terakhir ia menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas
Gadjah Mada (UGM) pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM
tanggal 19 Januari 2002 diwujudkan dalam bentuk piagam, lencana, dan sejumlah
uang.
Pendapat Beliau : Kebudayaan berarti semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
2. Paul
Cezanne
Lukisan Paul Cezanne yang berjudul "Still Life with Jug and
Drapery" laku terjual US $ 60,205 juta pada bulan Mei 1999. Itu salah satu
karya dari beberapa karya Paul Cezanne yang memiliki nilai tertinggi. Namun
lukisannya yang memiliki harga tertinggi dan sangat fantastis yang berjudul
"The Card Player" yang ditampilkan diatas pada halaman ini, terjual
terakhir sekitar US $ 260 juta / Rp 2,86 triliun. Lukisan karya Paul
Cezanne ini merupakan lukisan termahal yang pernah dijual, yaitu sekitar 260
juta dollar pada April 2011. Pembeli lukisan ini adalah Royal Family of Qatar.
Paul Cézanne lahir di
Aix-en-Provence, salah satu bagian dari daerah selatan Perancis pada 19 Januari
1839 dan meninggal 22 Oktober 1906 di wilayah kelahirannya pada usia
67 tahun. Masa 1859 hingga 1861 dihabiskan Cézanne untuk mendalami bidang hukum
di Aixm. Namun bidang hukum ditinggalkannya, kemudian pindah ke Paris untuk
mengembangkan dunia seni lukis.Cézanne jarang sekali memamerkan karyanya,
karena terus menerus di tolak oleh kurator Paris Salon dan kemudian Cezanne
terus bekerja dalam keterasingan di Provençe, jauh dari Paris. Walaupun
demikian dia tetap sering melukis.
Cezanne adalah pelukis Perancis yang
hidup pada masa Post Impresionisme. Karyanya merupakan peralihan dari konsep
seni abad 19 menuju kebebasan mutlak seni pada abad 20. Jiwanya yg inovatif dan
selalu melakukan perubahan tercermin pada karyanya, pemberontakan terhadap
paham impresionisme yang saat itu sedang populer. Hal ini menjadi inspirasi
seniman pembaharu seperti gaya kubisme Picasso, meskipun gaya Cezanne sendiri
belum bisa disebut kubisme.
Karyanya juga menginspirasi seniman fauvisme. Bagi kalangan seni modern
pada abad 20, Cézanne adalah bapak konsep kesenian modern. Pablo Picasso
memanggilnya "Bapak bagi kita semua".Pada 1906, Cézanne jatuh pingsan
saat membuat lukisan di luar ruangan dalam keadaan badai. Seminggu kemudian,
pada 22 Oktober, ia meninggal akibat pneumonia.
3. Prof Dr
Paulus Wirutomo sang Sosiolog Pendidikan
Prof Dr Paulus
Wirutomo sosiolog & guru agung FISIP Kampus Indonesia. Cowok kelahiran
Solo, 29 Mei 1949, ini menamatkan sarjana sosiologi dari Kampus Indonesia,
1976. Memperoleh S2 bagian Perencanaan Sosial dari University College of
Swansea Wales, Inggris, 1978 & S3 bagian Sosiologi Pendidikan dari State
University of New York at Albany, USA, 1986. Ia menjabat Ketua Departemen
Sosiologi FISIP UI, 2005-2009 & Ketua Acara Magister Manajemen Pembangunan
Sosial Pascasarjana UI, 1997-sekarang. Jelasnya, pembangunan sosial waktu
ini tetap disalahpahami. Bagi pemerintah, pembangunan sosial cuma dianggap yang
merupakan bagian pembangunan saja. Meski faktor ini tak sepenuhnya salah, tapi
pula tak sanggup dibenarkan.
Pasalnya, kata
Paulus, pengertian pembangunan sosial yg benar itu lebih dari sekadar
pembangunan bidang. Dalam pembangunan sosial, mesti termuat peningkatan
hubungan & jalinan sosial dalam warga. Tidak Dengan berjalan mutu interaksi
sosial dari langkah pembangunan sosial yg diambil, susah menyampaikan adanya
pembangunan sosial. Tuturnya, bukan cuma pemerintah, tapi sebahagian agung
kita tetap mendalami pembangunan sosial itu sekadar charity yg tak membuahkan
duit. "Mengikuti logika pembangunan sosial yang merupakan bidang, sehingga
pembangunan sosial ini membutuhkan masukan berupa penyediaan budget, butuh
pembiayaan. & mengikuti pemahaman pembangunan sosial juga sebagai charity,
sehingga pembangunan sosial itu dianggap juga sebagai suatu langkah yg tak
membuahkan apa pula. Atau paling tak output-nya dinyatakan tak membuahkan
duit," katanya. Bahkan, menurut ahli sosiologi pendidikan itu,
pendidikan, sama halnya bersama kesehatan & agama yg pula dianggap pembangunan
sosial, terkadang dianggap sbg budget yg habis terpakai tidak dengan membuahkan
duit. Padahal, ujarnya, pembangunan pendidikan itu dapat membuahkan peningkatan
mutu sumber daya manusia. Sumber daya manusia yg meningkat inilah yg nantinya
di harapkan bakal jadi pendorong terjadinya peningkatan mutu jalinan
sosial.
Ditanya
berkenaan adakah business yg telah dilakukan utk memberikan pemahaman yg betul?
Paulus mengemukakan bahwa Departemen Sosiologi UI telah lebih dari 10 thn
terakhir sebenarnya telah memberikan pemahaman yg betul, lewat pembukaan acara
manajemen pembangunan sosial. Bahkan, jelasnya, sebenarnya Menteri Negeri
Pemuda & Olahraga Adyaksa Dault & Menteri Negeri Urusan Koperasi &
Bisnis Mungil Menengah Suryadharma Ali ialah sebahagian mungil dari orang Indonesia
yg sempat meraih pendidikan manajemen pembangunan sosial di pascasarjana
UI. Paulus amat risau bersama perjalanan bangsa yg mutu interaksi
sosialnya kelihatannya cuma jalan di area. Menurut Paulus, tidak sedikit bibit
kreatif sumber daya manusia yg sudah dimatikan oleh kebijakan nasional yg tak
berpihak terhadap bisnis kreatif. Padahal, bisnis kreatif ini sanggup
memberikan sumbangan yg teramat agung bagi kemajuan bangsa.
4. Arief
Budiman
Tidak Sedikit yg
tak tahu bahwa Arief Budiman merupakan kakak kandung dari Soe Hok Gie yg wafat
dunia yang merupakan tokoh pergerakan mahasiswa. Lahir di Jakarta, 3
Januari 1941, dilahirkan dgn nama Soe Hok Djin, yaitu satu orang aktivis
demonstran Angkatan '66 dengan bersama adiknya, Soe Hok Gie. Terhadap dikala
itu beliau tetap jadi mahasiswa Fakultas Psikologi Kampus Indonesia di Jakarta.
Ayahnya seseorang jurnalis yg bernama Soe Lie Piet. Sejak periode
mahasiswanya, Arief telah aktif dalam kancah politik Indonesia, dikarenakan
dirinya ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan kepada th 1963 yg menentang
kegiatan LEKRA yg dianggap memasung kreativitas kaum seniman.
Kendati ikut melahirkan Orde Baru, Arief
bersikap amat kritis kepada politik pemerintahan di bawah Soeharto yg
memberangus oposisi & seterusnya diperparah bersama praktik-praktik
korupsinya. Kepada pemilu 1973, Arief & kawan-kawannya mencetuskan apa yg
dinamakan Golput atau Golongan Putih, yang merupakan tandingan Golkar yg
dianggap membelokkan harapan awal Orde Baru buat membuat pemerintahan yg
demokratis.Belakangan Arief "mengasingkan diri" di Harvard &
membawa gelar Ph.D. dalam ilmu sosiologi pula posting disertasi berkenaan
kesuksesan pemerintahan sosialis Salvador Allende di Chili.
Kembali dari
Harvard, Arief mengajar di UKSW (Kampus Kristen Satya Wacana) di Salatiga. Kala
UKSW dilanda kemelut yg berkepanjangan lantaran pemilihan rektor yg dianggap
tak adil, Arief laksanakan berakhir mengajar, dipecat & hasilnya hengkang
ke Australia juga menerima penawaran jadi profesor di Kampus
Melbourne. Terhadap bln Agustus 2006, dirinya menerima penghargaan Bakrie
Award, program tahunan yg disponsori oleh keluarga Bakrie & Freedom
Institute buat bagian penelitian sosial. Pasca kerusuhan Mei 1998, dgn
istri Leila Ch. Budiman bermukim & mengajar di Kampus Melbourne,
Australia.
5. Prof. Dr. Ir,
Sajogyo
(lahir di Karanganyar, 21 Mei 1926 –
wafat di Bogor, 17 Maret 2012 kepada usia 85 th) yaitu satu orang pakar ilmu
sosiologi & ekonomi yg serta tidak jarang dikenal yang merupakan
"Bapak Sosiologi Pedesaan" di Indonesia. Beliau turut meletakkan
dasar-dasar studi sosial-ekonomi pedesaan di Indonesia. Prof. Dr. Ir. Sajogyo
tumbuh, meniti & jadi pemimpin studi agraria Indonesia, dimulai dari
universitas IPB, sampai jadi Rektor IPB terhadap thn 1964. Dibesarkan dalam
kebiasaan ilmu sosial yg dikembangkan dari pertanian, Prof. Dr. Ir. Sajogyo
menyoal ekologi, pangan, gizi, tanah, agraria, yg kesemuanya berada dalam
konteks agri-culture (pembudidayaan), pula kawan kerja antara natura &
humana. Dia menghabiskan musim kanak-kanak sampai remajanya di sekian banyak
kota : Karanganyar, Bandung, Cepu, Barabai, Kediri, Banjarnegara, Purwakarta,
Solo, & Yogyakarta, mengikuti ayahnya bertugas yang merupakan seseorang
guru. Dia mulai sejak mengenal & bekerja buat pedesaan sejak th 1949 waktu
menuntut ilmu di Fakultas Pertanian UI di Bogor, atau sekarang dikenal dgn
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Cowok yg pernah identik bersama jenggot
putih ini melahirkan 'garis kemiskinan Sajogyo'. Tuturnya, grup miskin
merupakan rumah tangga yg konsumsi pangan kurang dari nilai ganti 240 kg beras
setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Dari sini diperoleh
angka kecukupan pangan 2.172 kg orang per hri. Maka utk angka dibawah itu
termasuk juga jenis miskin.
Terhadap 2011 Sajogyo mendapati Habibie
Award 2011 utk tipe ilmu sosial. Sajogyo mengabdikan ia utk ilmu wawasan.
Factor itu tercermin dikala dia mendirikan Sajogyo Institute yg ialah tubuh
pelaksana Yayasan Sajogyo Inti Mutlak yg didirikan terhadap thn 2005 dulu.
Sajogyo membangun institut ini dgn para kawan kerja, sohib, murid &
anak-anak belia yg terinspirasi oleh kepedulian, pemikiran & konsistensi
perjuangan yg panjang dalam mendalami dinamika warga petani & penghidupan
di pedesaan.
Angan-angan menuju penduduk yg cerdas
& merdeka terlampaui sempit diwadahi dalam satu kelembagaan, diterobos dari
satu segi, & dilakukan oleh aktor-aktor yg terpisah. Angan-angan itu yaitu
harapan gede kita seluruhnya, membangun Keindonesiaan yg cerdas & merdeka :
“...Slamatkan tanahnya, slamatkan puteranya, pulaunya, lautnya semuanya.
Indonesia Raya, merdeka merdeka, hiduplah Indonesia Raya..!”
6. Mochtar Naim
Lahir
di Nagari Sungai Penuh, Kerinci, Jambi, 25 Desember 1932; yakni antropolog
& sosiolog Indonesia. Tidak Hanya sbg sosiolog terkenal, Mochtar Naim
tampil kemuka yang merupakan ahli Minangkabau. Dalam sekian banyak seminar
& tulisan-tulisannya, Mochtar kerap membagi budaya Nusantara pada dua
gagasan aliran. Polarisasi budaya yg digambarkan Mochtar ialah ide budaya yg
bercirikan sentrifugal yg diwakili oleh budaya m(Minangkabau), berlawanan
bersama gagasan budaya sentripetal-sinkretis yg diwakili oleh budaya J
(Jawa).
Beliau
menamatkan studi sarjananya ke tiga kampus sekaligus, Kampus Gadjah Mada,
PTAIN, & Kampus Islam Indonesia, yg kesemuanya di Yogyakarta. Selanjutnya
studi masternya dilanjutkan di Kampus McGill, Montreal. Melengkapi jenjang
pendidikannya, Mochtar membawa gelar PhD-nya di University of Singapore.
Mochtar tertulis sbg
pendiri Fakultas Sastra Kampus Andalas, 1980, & sejak itu dia jadi dosen
sosiologi kampus yg sama. Sebelum itu dia sempat duduk yang merupakan Direktur
Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Kampus Hasanuddin di Makassar, &
Direktur Center for Minangkabau Studies, Padang.
7. CLAUDE MONET
Lukisan Claude Monet Le Bassin aux Nympheas
terjual dengan harga US $ 80,5 juta atau sekitar Rp 885,5 miliar dalam
lelang di London, Inggris. Ini sekaligus memecahkan rekor lukisan termahal oleh
pelukis yang sama.
Claude Oscar
Monet lahir 14 November 1840 di Paris, Perancis, Wafat5 Desember 1926 (umur 86)
di Giverny, Perancis. Pelukis warga negara Perancis ini penganut aliran
impresionisme. Awal April 1851 Monet memasuki sekolah Le Havre. Ia segera
terkenal dengan karikatur-karikatur carchoalnya. Pada Juni 1861 Monet bergabung
dengan pasukan Resimen I Kavaleri Ringan Afrika di Aljazair selama dua tahun
dari tujuh tahun masa wajib militer.
Masa wajig
militer telah di jalani, kemudian Claude Monet kembali ke dunia lukisan, yakni
bergabung dengan studio Charles Gleyre di Paris, dan kemudian bertemu Pierre-Auguste
Renoir, Frederic Bazille, dan Alfred Sisley. Kemudian mereka bersama
mengembangkan teknik baru dalam seni rupa dengan melukis berdasarkan efek-efek
pantulan cahaya yang ditangkap mata, konsep dasar awal dari aliran
Impresionisme yang kita kenal. Banyak karya terbaik Monet dihasilkan pada saat
tinggal di Argenteuil, desa di Seine di dekat Paris antara tahun 1871 hingga
1878.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar