Selasa, 26 April 2016

7 Pakar Tokoh Sosial Budaya

1.Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi

Penerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah ini adalah pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (kini FISIP-UI) dan sampai akhir hayatnya dengan setia menjadi dosen sosiologi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). Ia dikenal sangat disiplin dan selalu memberi teladan konkret. Ia ilmuwan yang meninggalkan banyak bekal ilmu pengetahuan. Sebetulnya ia sudah purnatugas di Universitas Indonesia (UI). Tapi, karena masih dibutuhkan, ia tetap mengajar dengan semangat tinggi. Ia memang seorang sosok berintegritas, punya komitmen sosial yang tinggi dan sulit untuk diam. Ia orang yang tidak suka memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana. Ia tokoh yang memerintah dengan teladan, sebagaimana diungkapkan pengusaha sukses Soedarpo Sastrosatomo.
 Menurut Soedarpo, integritas itu pula yang membuat mendiang Sultan Hamengku Buwono IX berpesan kepada putranya, Sultan Hamengku Buwono X agar selalu mendengarkan dan meminta nasihat kepada Selo kalau menyangkut persoalan sosial kemasyarakatan. Ia orang yang tidak pernah berhenti berpikir dan bertindak. Ia seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling teriak maling. Ia orang orang bersih yang dengan perangkat ilmu dan keteladanannya bisa menunjukkan bahwa praktik KKN itu merusak tatanan sosial. Ia pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat. Selama hidupnya, Selo pernah berkarier sebagai pegawai Kesultanan/Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Staf Sipil Gubernur Militer Jakarta Raya, dan Kepala Sekretariat Staf Keamanan Kabinet Perdana Menteri, Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI Sultan Hamengku Buwono IX (1973-1978), Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan Rakyat (1978-1983) dan staf ahli Presiden HM Soeharto.
 Ia dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia setelah tahun 1959 -- seusai meraih gelar doktornya di Cornell University, AS -- mengajar sosiologi di Universitas Indonesia (UI). Dialah pendiri sekaligus dekan pertama (10 tahun) Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) UI. Kemudian tanggal 17 Agustus 1994, ia menerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah dan pada tanggal 30 Agustus menerima gelar ilmuwan utama sosiologi. Pendiri FISIP UI ini, memperoleh gelar profesor dari Fakultas Ekonomi UI dan sampai akhir hayatnya justeru mengajar di Fakultas Hukum UI. Ia dibesarkan di lingkungan abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung Padmonegoro, adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta.
Berkat jasa sang kakek, Soemardjan- begitu nama aslinya-mendapat pendidikan Belanda. Nama Selo dia peroleh setelah menjadi camat di Kabupaten Kulonprogo. Ini memang cara khusus Sultan Yogyakarta membedakan nama pejabat sesuai daerahnya masing-masing. Saat menjabat camat inilah ia merasa mengawali kariernya sebagai sosiolog. "Saya adalah camat yang mengalami penjajahan Belanda, masuknya Jepang, dilanjutkan dengan zaman revolusi. Masalahnya banyak sekali," tuturnya suatu ketika sebagaimana ditulis Kompas. Pengalamannya sebagai camat membuat Selo menjadi peneliti yang mampu menyodorkan alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial secara jitu. Ini pula yang membedakan Selo dengan peneliti lain. Mendiang Baharuddin Lopa dalam salah satu tulisannya di Kompas (1993) menulis, "Pak Selo menggali ilmu langsung dari kehidupan nyata. Setelah diolah, dia menyampaikan kembali kepada masyarakat untuk dimanfaatkan guna kesejahteraan bersama." Lopa menilai Selo sebagai dosen yang mampu mendorong mahasiswanya berpikir realistis dan mengerti serta menghayati apa yang diajarkannya. "Pendekatan realistis dan turun ke bawah untuk mengetahui keadaan sosial yang sesungguhnya inilah yang dicontohkan juga oleh para nabi dan kalifah," tulis Lopa. Meski lebih dikenal sebagai guru besar, Selo jauh dari kesan orang yang suka "mengerutkan kening". Di lingkungan keluarga dan kampus, dia justru dikenal sebagai orang yang suka melucu dan kaya imajinasi, terutama untuk mengantar mahasiswanya pada istilah-istilah ilmu yang diajarkannya. "Kalau menjelaskan ilmu ekonomi mudah dimengerti karena selalu disertai contoh-contoh yang diambil dari kehidupan nyata masyarakat," kenang Baharuddin Lopa.
 Dalam tulisan Lopa, Selo juga digambarkan sebagai orang yang bicaranya kocak, tetapi mudah dimengerti karena memakai bahasa rakyat. Meski kata-katanya mengandung kritikan, karena disertai humor, orang menjadi tidak tegang mendengarnya. Menurut putra sulungnya, Hastjarjo, Selo suka main. "Setiap hari selalu memainkan tubuhnya berolahraga senam. Karena terkesan lucu, cucu-cucu menganggap bapak sedang bermain-main dengan tubuhnya," tambahnya. Sebagai ilmuwan, karya Selo yang sudah dipublikasikan adalah Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhir Selo erjudul Desentralisasi Pemerintahan. Terakhir ia menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002 diwujudkan dalam bentuk piagam, lencana, dan sejumlah uang.
Pendapat Beliau : Kebudayaan berarti semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. 
2. Paul Cezanne

Lukisan Paul Cezanne yang berjudul "Still Life with Jug and Drapery" laku terjual US $ 60,205 juta pada bulan Mei 1999. Itu salah satu karya dari beberapa karya Paul Cezanne yang memiliki nilai tertinggi. Namun lukisannya yang memiliki harga tertinggi dan sangat fantastis yang berjudul "The Card Player" yang ditampilkan diatas pada halaman ini, terjual terakhir sekitar US $ 260 juta  / Rp 2,86 triliun. Lukisan karya Paul Cezanne ini merupakan lukisan termahal yang pernah dijual, yaitu sekitar 260 juta dollar pada April 2011. Pembeli lukisan ini adalah Royal Family of Qatar.

         Paul Cézanne lahir di Aix-en-Provence, salah satu bagian dari daerah selatan Perancis pada 19 Januari 1839 dan meninggal 22 Oktober 1906 di wilayah kelahirannya pada usia 67 tahun. Masa 1859 hingga 1861 dihabiskan Cézanne untuk mendalami bidang hukum di Aixm. Namun bidang hukum ditinggalkannya, kemudian pindah ke Paris untuk mengembangkan dunia seni lukis.Cézanne jarang sekali memamerkan karyanya, karena terus menerus di tolak oleh kurator Paris Salon dan kemudian Cezanne terus bekerja dalam keterasingan di Provençe, jauh dari Paris. Walaupun demikian dia tetap sering melukis.

         Cezanne adalah pelukis Perancis yang hidup pada masa Post Impresionisme. Karyanya merupakan peralihan dari konsep seni abad 19 menuju kebebasan mutlak seni pada abad 20. Jiwanya yg inovatif dan selalu melakukan perubahan tercermin pada karyanya, pemberontakan terhadap paham impresionisme yang saat itu sedang populer. Hal ini menjadi inspirasi seniman pembaharu seperti gaya kubisme Picasso, meskipun gaya Cezanne sendiri belum bisa disebut kubisme.
Karyanya juga menginspirasi seniman fauvisme. Bagi kalangan seni modern pada abad 20, Cézanne adalah bapak konsep kesenian modern. Pablo Picasso memanggilnya "Bapak bagi kita semua".Pada 1906, Cézanne jatuh pingsan saat membuat lukisan di luar ruangan dalam keadaan badai. Seminggu kemudian, pada 22 Oktober, ia meninggal akibat pneumonia.

3. Prof Dr Paulus Wirutomo sang Sosiolog Pendidikan 





Prof Dr Paulus Wirutomo sosiolog & guru agung FISIP Kampus Indonesia. Cowok kelahiran Solo, 29 Mei 1949, ini menamatkan sarjana sosiologi dari Kampus Indonesia, 1976. Memperoleh S2 bagian Perencanaan Sosial dari University College of Swansea Wales, Inggris, 1978 & S3 bagian Sosiologi Pendidikan dari State University of New York at Albany, USA, 1986. Ia menjabat Ketua Departemen Sosiologi FISIP UI, 2005-2009 & Ketua Acara Magister Manajemen Pembangunan Sosial Pascasarjana UI, 1997-sekarang. Jelasnya, pembangunan sosial waktu ini tetap disalahpahami. Bagi pemerintah, pembangunan sosial cuma dianggap yang merupakan bagian pembangunan saja. Meski faktor ini tak sepenuhnya salah, tapi pula tak sanggup dibenarkan. 
Pasalnya, kata Paulus, pengertian pembangunan sosial yg benar itu lebih dari sekadar pembangunan bidang. Dalam pembangunan sosial, mesti termuat peningkatan hubungan & jalinan sosial dalam warga. Tidak Dengan berjalan mutu interaksi sosial dari langkah pembangunan sosial yg diambil, susah menyampaikan adanya pembangunan sosial. Tuturnya, bukan cuma pemerintah, tapi sebahagian agung kita tetap mendalami pembangunan sosial itu sekadar charity yg tak membuahkan duit. "Mengikuti logika pembangunan sosial yang merupakan bidang, sehingga pembangunan sosial ini membutuhkan masukan berupa penyediaan budget, butuh pembiayaan. & mengikuti pemahaman pembangunan sosial juga sebagai charity, sehingga pembangunan sosial itu dianggap juga sebagai suatu langkah yg tak membuahkan apa pula. Atau paling tak output-nya dinyatakan tak membuahkan duit," katanya. Bahkan, menurut ahli sosiologi pendidikan itu, pendidikan, sama halnya bersama kesehatan & agama yg pula dianggap pembangunan sosial, terkadang dianggap sbg budget yg habis terpakai tidak dengan membuahkan duit. Padahal, ujarnya, pembangunan pendidikan itu dapat membuahkan peningkatan mutu sumber daya manusia. Sumber daya manusia yg meningkat inilah yg nantinya di harapkan bakal jadi pendorong terjadinya peningkatan mutu jalinan sosial.     
Ditanya berkenaan adakah business yg telah dilakukan utk memberikan pemahaman yg betul? Paulus mengemukakan bahwa Departemen Sosiologi UI telah lebih dari 10 thn terakhir sebenarnya telah memberikan pemahaman yg betul, lewat pembukaan acara manajemen pembangunan sosial. Bahkan, jelasnya, sebenarnya Menteri Negeri Pemuda & Olahraga Adyaksa Dault & Menteri Negeri Urusan Koperasi & Bisnis Mungil Menengah Suryadharma Ali ialah sebahagian mungil dari orang Indonesia yg sempat meraih pendidikan manajemen pembangunan sosial di pascasarjana UI. Paulus amat risau bersama perjalanan bangsa yg mutu interaksi sosialnya kelihatannya cuma jalan di area. Menurut Paulus, tidak sedikit bibit kreatif sumber daya manusia yg sudah dimatikan oleh kebijakan nasional yg tak berpihak terhadap bisnis kreatif. Padahal, bisnis kreatif ini sanggup memberikan sumbangan yg teramat agung bagi kemajuan bangsa

4. Arief Budiman 


Tidak Sedikit yg tak tahu bahwa Arief Budiman merupakan kakak kandung dari Soe Hok Gie yg wafat dunia yang merupakan tokoh pergerakan mahasiswa. Lahir di Jakarta, 3 Januari 1941, dilahirkan dgn nama Soe Hok Djin, yaitu satu orang aktivis demonstran Angkatan '66 dengan bersama adiknya, Soe Hok Gie. Terhadap dikala itu beliau tetap jadi mahasiswa Fakultas Psikologi Kampus Indonesia di Jakarta. Ayahnya seseorang jurnalis yg bernama Soe Lie Piet. Sejak periode mahasiswanya, Arief telah aktif dalam kancah politik Indonesia, dikarenakan dirinya ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan kepada th 1963 yg menentang kegiatan LEKRA yg dianggap memasung kreativitas kaum seniman. 

Kendati ikut melahirkan Orde Baru, Arief bersikap amat kritis kepada politik pemerintahan di bawah Soeharto yg memberangus oposisi & seterusnya diperparah bersama praktik-praktik korupsinya. Kepada pemilu 1973, Arief & kawan-kawannya mencetuskan apa yg dinamakan Golput atau Golongan Putih, yang merupakan tandingan Golkar yg dianggap membelokkan harapan awal Orde Baru buat membuat pemerintahan yg demokratis.Belakangan Arief "mengasingkan diri" di Harvard & membawa gelar Ph.D. dalam ilmu sosiologi pula posting disertasi berkenaan kesuksesan pemerintahan sosialis Salvador Allende di Chili. 

Kembali dari Harvard, Arief mengajar di UKSW (Kampus Kristen Satya Wacana) di Salatiga. Kala UKSW dilanda kemelut yg berkepanjangan lantaran pemilihan rektor yg dianggap tak adil, Arief laksanakan berakhir mengajar, dipecat & hasilnya hengkang ke Australia juga menerima penawaran jadi profesor di Kampus Melbourne. Terhadap bln Agustus 2006, dirinya menerima penghargaan Bakrie Award, program tahunan yg disponsori oleh keluarga Bakrie & Freedom Institute buat bagian penelitian sosial. Pasca kerusuhan Mei 1998, dgn istri Leila Ch. Budiman bermukim & mengajar di Kampus Melbourne, Australia. 

5. Prof. Dr. Ir, Sajogyo 


(lahir di Karanganyar, 21 Mei 1926 – wafat di Bogor, 17 Maret 2012 kepada usia 85 th) yaitu satu orang pakar ilmu sosiologi & ekonomi yg serta tidak jarang dikenal yang merupakan "Bapak Sosiologi Pedesaan" di Indonesia. Beliau turut meletakkan dasar-dasar studi sosial-ekonomi pedesaan di Indonesia. Prof. Dr. Ir. Sajogyo tumbuh, meniti & jadi pemimpin studi agraria Indonesia, dimulai dari universitas IPB, sampai jadi Rektor IPB terhadap thn 1964. Dibesarkan dalam kebiasaan ilmu sosial yg dikembangkan dari pertanian, Prof. Dr. Ir. Sajogyo menyoal ekologi, pangan, gizi, tanah, agraria, yg kesemuanya berada dalam konteks agri-culture (pembudidayaan), pula kawan kerja antara natura & humana. Dia menghabiskan musim kanak-kanak sampai remajanya di sekian banyak kota : Karanganyar, Bandung, Cepu, Barabai, Kediri, Banjarnegara, Purwakarta, Solo, & Yogyakarta, mengikuti ayahnya bertugas yang merupakan seseorang guru. Dia mulai sejak mengenal & bekerja buat pedesaan sejak th 1949 waktu menuntut ilmu di Fakultas Pertanian UI di Bogor, atau sekarang dikenal dgn Institut Pertanian Bogor (IPB). 
Cowok yg pernah identik bersama jenggot putih ini melahirkan 'garis kemiskinan Sajogyo'. Tuturnya, grup miskin merupakan rumah tangga yg konsumsi pangan kurang dari nilai ganti 240 kg beras setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Dari sini diperoleh angka kecukupan pangan 2.172 kg orang per hri. Maka utk angka dibawah itu termasuk juga jenis miskin. 
Terhadap 2011 Sajogyo mendapati Habibie Award 2011 utk tipe ilmu sosial. Sajogyo mengabdikan ia utk ilmu wawasan. Factor itu tercermin dikala dia mendirikan Sajogyo Institute yg ialah tubuh pelaksana Yayasan Sajogyo Inti Mutlak yg didirikan terhadap thn 2005 dulu. Sajogyo membangun institut ini dgn para kawan kerja, sohib, murid & anak-anak belia yg terinspirasi oleh kepedulian, pemikiran & konsistensi perjuangan yg panjang dalam mendalami dinamika warga petani & penghidupan di pedesaan. 
Angan-angan menuju penduduk yg cerdas & merdeka terlampaui sempit diwadahi dalam satu kelembagaan, diterobos dari satu segi, & dilakukan oleh aktor-aktor yg terpisah. Angan-angan itu yaitu harapan gede kita seluruhnya, membangun Keindonesiaan yg cerdas & merdeka : “...Slamatkan tanahnya, slamatkan puteranya, pulaunya, lautnya semuanya. Indonesia Raya, merdeka merdeka, hiduplah Indonesia Raya..!” 

6. Mochtar Naim 


Lahir di Nagari Sungai Penuh, Kerinci, Jambi, 25 Desember 1932; yakni antropolog & sosiolog Indonesia. Tidak Hanya sbg sosiolog terkenal, Mochtar Naim tampil kemuka yang merupakan ahli Minangkabau. Dalam sekian banyak seminar & tulisan-tulisannya, Mochtar kerap membagi budaya Nusantara pada dua gagasan aliran. Polarisasi budaya yg digambarkan Mochtar ialah ide budaya yg bercirikan sentrifugal yg diwakili oleh budaya m(Minangkabau), berlawanan bersama gagasan budaya sentripetal-sinkretis yg diwakili oleh budaya J (Jawa). 

Beliau menamatkan studi sarjananya ke tiga kampus sekaligus, Kampus Gadjah Mada, PTAIN, & Kampus Islam Indonesia, yg kesemuanya di Yogyakarta. Selanjutnya studi masternya dilanjutkan di Kampus McGill, Montreal. Melengkapi jenjang pendidikannya, Mochtar membawa gelar PhD-nya di University of Singapore. 
Mochtar tertulis sbg pendiri Fakultas Sastra Kampus Andalas, 1980, & sejak itu dia jadi dosen sosiologi kampus yg sama. Sebelum itu dia sempat duduk yang merupakan Direktur Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Kampus Hasanuddin di Makassar, & Direktur Center for Minangkabau Studies, Padang.

7.  CLAUDE MONET

Lukisan Claude Monet Le Bassin aux Nympheas terjual dengan harga US $ 80,5 juta atau sekitar Rp 885,5 miliar dalam lelang di London, Inggris. Ini sekaligus memecahkan rekor lukisan termahal oleh pelukis yang sama.

Claude Oscar Monet lahir 14 November 1840 di Paris, Perancis, Wafat5 Desember 1926 (umur 86) di Giverny, Perancis. Pelukis warga negara Perancis ini penganut aliran impresionisme. Awal April 1851 Monet memasuki sekolah Le Havre. Ia segera terkenal dengan karikatur-karikatur carchoalnya. Pada Juni 1861 Monet bergabung dengan pasukan Resimen I Kavaleri Ringan Afrika di Aljazair selama dua tahun dari tujuh tahun masa wajib militer. 
Masa wajig militer telah di jalani, kemudian Claude Monet kembali ke dunia lukisan, yakni bergabung dengan studio Charles Gleyre di Paris, dan kemudian bertemu Pierre-Auguste Renoir, Frederic Bazille, dan Alfred Sisley. Kemudian mereka bersama mengembangkan teknik baru dalam seni rupa dengan melukis berdasarkan efek-efek pantulan cahaya yang ditangkap mata, konsep dasar awal dari aliran Impresionisme yang kita kenal. Banyak karya terbaik Monet dihasilkan pada saat tinggal di Argenteuil, desa di Seine di dekat Paris antara tahun 1871 hingga 1878.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar